Sabtu, 27 Desember 2008

Artikelku



SI TAMPAN ITU ORANG SUCI

Ketika untuk ke dua kalinya saya mendapat kesempatan untuk kembali ke Roma tahun 1998, kali ini saya mengikuti Kursus Formation for Formator, yang diadakan oleh UISG (Union International of Superior General) yang diikuti oleh para biarawati seluruh dunia,acara itu sangat mengesankan, penuh pengalaman baru, rasa persaudaraan, senansip seperjuangan dinegeri lain, dan yang paling mengesankan, setiap pagi dari berbagai penjuru kota Roma, kami dipersatukan di Kapela Universitas Gregroriana, untuk mengikuti Perayaan Ekaristi Suci, sebelum kami memulai study. Tidak hanya kelompok kami yang hadir yang berjumlah 67 orang, tapi juga mahasiswa/mahasiswi dari Fakultas lain, kapela yang cukup besar itu jadi penuh. Ternyata kaum muda banyak merindukan Xtus sebagai kekuatannya dalam mengarungi tugas dan hiruk pikuknya keseharian hidup dikota Abadi Roma.
Untuk pertama kalinya saat memasukki kapela, pandangan saya menatap Foto yang berukuran besar yang berada didinding sebelah kanan .Foto anak muda TAMPAN. Sejenak saya terkejut dan terkesima, sepertinya saya pernah melihat wajah itu. Oh ya…pada 20 Mei tahun 1990 saya hadir pada proses Beatifikasi seorang anak muda yang wajahnya tak kalah tampan dengan John Travollta, dialah Beato Pier Giorgio Frassati yang hidup pada tahun 1901 – 1925. Pada proses Beatifikasi itu dihadiri oleh banyak kaum muda dari penjuru kota Roma dan Eropa umumnya.Hadir pula Kerabat, sanak saudara dan handai taulan Si Calon Beato, duduk pada barisan terdepan, berpakaian serba hitam dan bercadar bagi pada wanitanya..Ketika diumumkan Pier Giorgio Frassati, sebagai Beato, terbukalah cadar yang menutupi Fotonya berukuran amat besar, yang terbentang didinding depan Basilika, foto seorang anak muda, tampan , energik, menatap penuh optimis dengan senyuman yang menawan, foto Frassati, ketika menaklukkan puncak gunung bersalju, tapi anehnya dia mengenakan kemeja biru bergaris, bukan layaknya orang yang mendaki gunung, namun ia benar berada diatas gunung yang bersalju seolah tubuhnya telah bersahabat dengan segar dan putihnya salju,seputih jiwa perjuangan dan sesegar semangatnya sebagai orang muda.
Hadirin bersorak sorai penuh decak kagum menyaksikan semua itu, banyak komentar dari berbagai bahasa yang saya tidak faham, yang jelas banyak orang yang kagum akan Kehidupan dan perjuangan Pier Giorgio Frassati. Dia putera Alfred Frassati seorang direktur dan pendiri Koran ” La Stampa”, sebuah Koran liberal Italia. Sebagai anak muda dia penuh bakat dibidang seni, musik dan puisi, olah raga,naik kuda, sepak bola, sport, mendaki gunung akrab dengan alam dan sangat menyenangi bunga, dia ikut terlibat diberbagai organisasi kemasyatakatan. Dia, orang muda yang sangat berpengaruh pada jamannya,terutama dalam bidang politik di Italia, dia pernah menjadi duta besar Italia untuk Jerman. Bapa Suci Paus Yohanes Paulus ke II, menyamakan dirinya seperti Frassati yang mempunyai kegemaran dan hoby yang sama. Oleh karena itu dalam kotbahnya pada acara beatifikasi tersebut beliau berkata :” Frassati adalah anak muda modern yang hidupnya biasa-biasa saja, tapi penuh petualangan cinta Tuhan, dia mampu memadukan keseharian hidupnya dengan imannya pada Yesus , sehingga Injil dihidupi dan diterjemahkannya dengan mencintai semua orang yang dijumpai terutama yang miskin, lemah terlantar, dia selalu berusaha hadir untuk menjadi berkat bagi sesamanya. Hobinya berpetualang naik gunung,olah raga, kecintaannya pada karya seni serta perhatiannya pada masalah-masalah kemasyarakatan, justru membuat dia dekat dan mengalami dekapan cinta dengan sang Khalik.
Ia memenuhi panggilannya sebagai seorang muda, yang peka akan panggilan SUARA HATINYA dan kebutuhan lingkungannya. Ia giat dalam berbagai kegiatan gerakan politik dan social dalam masyarakat yang kerap kali memusuhi gereja.Dia membantu siapa yang membutuhkan dengan ketulusan cinta,karena dia telah merasakan cinta dari keluarganya dan cinta yang luar biasa dari Yesus dan Bapa di surga, “ Abba Experience” inilah yang membuatnya begitu bersemangat dalam hidup meskipun dia pernah mengalami kelumpuhan akibat sakit Polio.dalam semangat Cinta yang berkobar inilah Pier Giorgio Frassati sukses dalam mempersembahkan hidup & jiwanya hanya untuk Kemuliaan Tuhan, lewat berbagai kegiatan , gerakan dan Aksi Sosial Katolik.
Kini dia telah tiada, pada saat umurnya masih muda ( 24 tahun )demikian lanjut Paus, dalam kotbahnya.Hidupnya penuh dengan buah kehidupan rohani. Biarlah sekarang dia menikmati tanah terjanji yang telah dijanjikan Bapa sejak semula, disana dia akan menyanyikan kidung pujian bagi Bapa yang telah mencintai dan dicintainya, meskipun dia telah tiada tetapi kekuatan imannya dapat mengingatkan setiap orang, terutama KAUM MUDA, sekarang dan yang akan datang kamu akan
melihat Tuhan, karena Dia kekal abadi, selamanya. Tidak mengherankan kalau Bapa Suci Yohanes Paulus II memuji Frassati begitu membahana ketika menyampaikan kotbahnya, pada saat pengikraran Beatifikasinya,karena memang Frassati contoh orang muda yang mengkombinasikan hidup rohani dengan pengejawantahan keseharian hidupnya. Dengan manis meski penuh pergolakan dan perjuangan, bagai irama musik Frassati telah menyelesaikan alunan lagu hidupnya begitu merdu, apik dan mempesona.
Saudari bungsu Beato Pier Giorgio Frassati hadir dalam beatifikasi itu, dia dan Frassati adalah sahabat Susterku yang berusia 89 tahun saat itu, kesempatan ini kugunakan untuk menggali kekayaan hidup Frassati yang masih muda namun telah mencapai kesucian, sebagaimana Santa Theresia dari Liseux yang juga meninggal pada saat usia 24 tahun. Sr Gerarda, suster saudariku yang tertua, menceritakan bahwa, Frassati selalu memilikki kerinduan untuk dekat dengan Sakramen Maha Kudus, dan menyambut komuni setiap hari,Dia sering kedapatan berlama lama meditasi didepan Sakramen Maha kudus pada malam hari,dia rajin berdoa Rosario setiap hari, bahkan dia berdoa rosary 3 kali setiap hari setelah dia bergabung dengan Ordo ke 3 Dominikan.Dia selalu mengunjungi sakramen Maha Kudus dan menghadiri Ekaristi Suci sebelum dan sesudah naik atau turun gunung untuk bermain ski. Pendidikan religious yang baik diajarkan oleh ibunya Adelaide Amentis . Tak mengherankan kalau Frassati tumbuh sebagai anak yang jujur, tulus penuh emphatic, kasih saying dan sangat menghormati teman-teman perempuannya. Dia sangat mendukung teman-temannya yang menjadi biarawan dan biarawati, dengan surat-suratnya dia member inspirasi dan semangat pada sahabat-sahabatnya. Pernah ia menulis surat pada sahabatnya “ Aku terpesona dengan putih jernihnya keindahan salju dipuncak gunung aku ingin mempunyai hati seputih dan semurni salju dan kubiarkan hatiku tinggal dipuncak gunung untuk disinari mentari surga, dan kuberharap suatu saat aku berulang kali kembali mendaki gunung untuk memuliakan keajaiban dan keagungan Tuhan yang Maha Agung, karena semesta ini adalah bagian dari keagungan Tuhan. Dari pengalamannya mendaki gunung dan bertualang dialam bebas ia mendapatkan pengalaman retret hidup sekaligus kekuatan yang diangsunya dari Sang Khalik yang membawa dia untuk bersemangat dan gembira dalam perjuangannya membela kaum miskin. inilah yang dicontoh dan dikagumi oleh saudara saudarinya, bahkan teman-temannya terpengaruh pada kedalaman hidup rohani Frassati. Peristiwa yang tak pernah dilupakan oleh adik perempuannya adalah ketika Frassati bertidak seperti Santo Martinus, ketika mereka berjalan-jalan di Berlin Jerman suatu malam dengan suhu udara amat dingin, mencapai 13 derajat dibawah nol, Frassati tidak tega melihat pengmis miskin yang kedinginan dan ia memberikan mantolnya kepada pengemis itu, meskipun ayahnya marah, namun dengan lembut Frassati bilang :” Lihat ayah kini dia tidak kedinginan lagi, dia merasakan kehangatan kasihku”Frassati berhati amat lembut dan peka akan kejadiaan biasa yang diangkatnya sebagai sesuatu yang adi kodrati. Dia mempunyai banyak teman karena memang dia senang bergaul, dan dicintai banyak teman-temannya karena dia seorang humoris dan rendah hati, dia selalu mengalah, tetapi bertahan dalam prinsip kalau dia merasa benar terutama dalam hal iman dan moral. Dia selalu menganjurkan betapa pentingnya hidup rohani serta kekuatan dalam doa dan meditasi, tak segan dia mengajak retret pada teman-temannya itu dilakukannya sejak masih di sekolah dasar hingga Universitas. Teladan hidupnya bak magnit menarik teman-temannya untuk mengikutinya dan hidup bersama Frassati, terasa terbias aura ilahi yang membawa berkah dan kebaikan.
Dia lahir di kota Turino pada hari Sabtu Suci 6 April 1901, dibesarkan di lingkungan berada,serba kecukupan dan berpendidikan tinggi, meski demikian dia tidak manja atau menyalah gunakan kekayaan orang tuanya. Pendidikan yang baik dan disiplin,dari ayahnya dipadu pendidikan keimanan yang tinggi, taat serta solider pada sesama yang diajarkan oleh ibunya, mengembangkan kerpibadiannya menjadi anak yang suka menolong, sejak kecil. Ada kisah saat dia kecil ada seorang pengemis yang mengajak anaknya menghampiri rumah Frassati, melihat anak kecil dari pengemis itu yang tidak mengenakan sepatu, hibalah hati Frassati untuk memberikan sepatunya kepada anak itu. Tidak hanya itu saja uang jajan yang didapat dari Orang tuanya selalu disimpan dan dibagikan kepada orang-orang miskin yang ditemuinya, bahkan dia pernah mempersilakan kamar pribadinya untuk ditempati oleh ibu tua yang miskin, ia selalu terbuka dengan ramah membantu mereka yang cacat, miskin dan menghibur mereka yang dirundung duka,Ketika disuatu desa , wilayah Turin diserang wabah, dia menjadi sukarelawan menolong mereka yang sakit dan menderita, dari situ dia tertular penyakit Polio yang menghatar perjalanannya menghadap Bapa pada tanggal 4 Juli 1925. Dia sangat mencintai seni musik dan seni lukis, juga seni pahat, karya Michael Angelo dan Bernini memberi inspirasi pada setiap puisi-puisinya.
Mengujungi museum dan belajar sejarah menjadi kegemarannya yang tak pernah pudar.Selagi muda dia membentuk dan bergabung organisasi Partai Kerakyatan & Mahasiswa Katolik yang mengumandangkan ajaran social Gereja Katolik, bakat yang diwarisi dari Ayahnya yang menjadi direktur dan yang membidani lahirnya “La Stampa”mengalir dalam diri Frassati untuk menelorkan gagasan-gagasan dalam Koran Katolik yang bernama “ Momento “
Yach Pier Giorgio Frassati telah menyadari momentonya sebagai seorang yang dicintai dan terberkati dan berkat itu selalu diperbaharui dengan mendekati & menyatukan diri dengan “Sang Sumber Rahmat” dalam merayakan Ekaristi Suci dan hadir didepan Sakramen Maha Kudus,dia menguduskan segala sesuatu yang dia kerjakan dan dia buat sehingga dia sendiri selalu dimampukan untuk “menjadi berkat bagi sesama “.Dalam usianya yang masih muda dia telah meraih Momento nan agung, yakni kematian berahmat atas perjuangan dan kepeduliannya kepada mereka yang miskin, lemah dan terlantar, hingga dia dianugerahi gelar sebagai Beato, oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus ke II. Orang muda! Kiranya tidak ada hal yang mustahil untuk meraih kesucian dan hidup lebih baik dan berbuah, Santa Theresia dari Kanak Yesus dan Beato Piere Giorgio Frassati telah membuktikannya. Mari kita mengikuti teladannya agar dunia ini semakin indah oleh karya rahmat yang mengalir dan berkembang dalam diri kita.
Oleh : Sr M. Monika Puji Ekowati SND

Tidak ada komentar:

Posting Komentar