Sabtu, 27 Desember 2008

Buku Puisi ku


Artikelku



SI TAMPAN ITU ORANG SUCI

Ketika untuk ke dua kalinya saya mendapat kesempatan untuk kembali ke Roma tahun 1998, kali ini saya mengikuti Kursus Formation for Formator, yang diadakan oleh UISG (Union International of Superior General) yang diikuti oleh para biarawati seluruh dunia,acara itu sangat mengesankan, penuh pengalaman baru, rasa persaudaraan, senansip seperjuangan dinegeri lain, dan yang paling mengesankan, setiap pagi dari berbagai penjuru kota Roma, kami dipersatukan di Kapela Universitas Gregroriana, untuk mengikuti Perayaan Ekaristi Suci, sebelum kami memulai study. Tidak hanya kelompok kami yang hadir yang berjumlah 67 orang, tapi juga mahasiswa/mahasiswi dari Fakultas lain, kapela yang cukup besar itu jadi penuh. Ternyata kaum muda banyak merindukan Xtus sebagai kekuatannya dalam mengarungi tugas dan hiruk pikuknya keseharian hidup dikota Abadi Roma.
Untuk pertama kalinya saat memasukki kapela, pandangan saya menatap Foto yang berukuran besar yang berada didinding sebelah kanan .Foto anak muda TAMPAN. Sejenak saya terkejut dan terkesima, sepertinya saya pernah melihat wajah itu. Oh ya…pada 20 Mei tahun 1990 saya hadir pada proses Beatifikasi seorang anak muda yang wajahnya tak kalah tampan dengan John Travollta, dialah Beato Pier Giorgio Frassati yang hidup pada tahun 1901 – 1925. Pada proses Beatifikasi itu dihadiri oleh banyak kaum muda dari penjuru kota Roma dan Eropa umumnya.Hadir pula Kerabat, sanak saudara dan handai taulan Si Calon Beato, duduk pada barisan terdepan, berpakaian serba hitam dan bercadar bagi pada wanitanya..Ketika diumumkan Pier Giorgio Frassati, sebagai Beato, terbukalah cadar yang menutupi Fotonya berukuran amat besar, yang terbentang didinding depan Basilika, foto seorang anak muda, tampan , energik, menatap penuh optimis dengan senyuman yang menawan, foto Frassati, ketika menaklukkan puncak gunung bersalju, tapi anehnya dia mengenakan kemeja biru bergaris, bukan layaknya orang yang mendaki gunung, namun ia benar berada diatas gunung yang bersalju seolah tubuhnya telah bersahabat dengan segar dan putihnya salju,seputih jiwa perjuangan dan sesegar semangatnya sebagai orang muda.
Hadirin bersorak sorai penuh decak kagum menyaksikan semua itu, banyak komentar dari berbagai bahasa yang saya tidak faham, yang jelas banyak orang yang kagum akan Kehidupan dan perjuangan Pier Giorgio Frassati. Dia putera Alfred Frassati seorang direktur dan pendiri Koran ” La Stampa”, sebuah Koran liberal Italia. Sebagai anak muda dia penuh bakat dibidang seni, musik dan puisi, olah raga,naik kuda, sepak bola, sport, mendaki gunung akrab dengan alam dan sangat menyenangi bunga, dia ikut terlibat diberbagai organisasi kemasyatakatan. Dia, orang muda yang sangat berpengaruh pada jamannya,terutama dalam bidang politik di Italia, dia pernah menjadi duta besar Italia untuk Jerman. Bapa Suci Paus Yohanes Paulus ke II, menyamakan dirinya seperti Frassati yang mempunyai kegemaran dan hoby yang sama. Oleh karena itu dalam kotbahnya pada acara beatifikasi tersebut beliau berkata :” Frassati adalah anak muda modern yang hidupnya biasa-biasa saja, tapi penuh petualangan cinta Tuhan, dia mampu memadukan keseharian hidupnya dengan imannya pada Yesus , sehingga Injil dihidupi dan diterjemahkannya dengan mencintai semua orang yang dijumpai terutama yang miskin, lemah terlantar, dia selalu berusaha hadir untuk menjadi berkat bagi sesamanya. Hobinya berpetualang naik gunung,olah raga, kecintaannya pada karya seni serta perhatiannya pada masalah-masalah kemasyarakatan, justru membuat dia dekat dan mengalami dekapan cinta dengan sang Khalik.
Ia memenuhi panggilannya sebagai seorang muda, yang peka akan panggilan SUARA HATINYA dan kebutuhan lingkungannya. Ia giat dalam berbagai kegiatan gerakan politik dan social dalam masyarakat yang kerap kali memusuhi gereja.Dia membantu siapa yang membutuhkan dengan ketulusan cinta,karena dia telah merasakan cinta dari keluarganya dan cinta yang luar biasa dari Yesus dan Bapa di surga, “ Abba Experience” inilah yang membuatnya begitu bersemangat dalam hidup meskipun dia pernah mengalami kelumpuhan akibat sakit Polio.dalam semangat Cinta yang berkobar inilah Pier Giorgio Frassati sukses dalam mempersembahkan hidup & jiwanya hanya untuk Kemuliaan Tuhan, lewat berbagai kegiatan , gerakan dan Aksi Sosial Katolik.
Kini dia telah tiada, pada saat umurnya masih muda ( 24 tahun )demikian lanjut Paus, dalam kotbahnya.Hidupnya penuh dengan buah kehidupan rohani. Biarlah sekarang dia menikmati tanah terjanji yang telah dijanjikan Bapa sejak semula, disana dia akan menyanyikan kidung pujian bagi Bapa yang telah mencintai dan dicintainya, meskipun dia telah tiada tetapi kekuatan imannya dapat mengingatkan setiap orang, terutama KAUM MUDA, sekarang dan yang akan datang kamu akan
melihat Tuhan, karena Dia kekal abadi, selamanya. Tidak mengherankan kalau Bapa Suci Yohanes Paulus II memuji Frassati begitu membahana ketika menyampaikan kotbahnya, pada saat pengikraran Beatifikasinya,karena memang Frassati contoh orang muda yang mengkombinasikan hidup rohani dengan pengejawantahan keseharian hidupnya. Dengan manis meski penuh pergolakan dan perjuangan, bagai irama musik Frassati telah menyelesaikan alunan lagu hidupnya begitu merdu, apik dan mempesona.
Saudari bungsu Beato Pier Giorgio Frassati hadir dalam beatifikasi itu, dia dan Frassati adalah sahabat Susterku yang berusia 89 tahun saat itu, kesempatan ini kugunakan untuk menggali kekayaan hidup Frassati yang masih muda namun telah mencapai kesucian, sebagaimana Santa Theresia dari Liseux yang juga meninggal pada saat usia 24 tahun. Sr Gerarda, suster saudariku yang tertua, menceritakan bahwa, Frassati selalu memilikki kerinduan untuk dekat dengan Sakramen Maha Kudus, dan menyambut komuni setiap hari,Dia sering kedapatan berlama lama meditasi didepan Sakramen Maha kudus pada malam hari,dia rajin berdoa Rosario setiap hari, bahkan dia berdoa rosary 3 kali setiap hari setelah dia bergabung dengan Ordo ke 3 Dominikan.Dia selalu mengunjungi sakramen Maha Kudus dan menghadiri Ekaristi Suci sebelum dan sesudah naik atau turun gunung untuk bermain ski. Pendidikan religious yang baik diajarkan oleh ibunya Adelaide Amentis . Tak mengherankan kalau Frassati tumbuh sebagai anak yang jujur, tulus penuh emphatic, kasih saying dan sangat menghormati teman-teman perempuannya. Dia sangat mendukung teman-temannya yang menjadi biarawan dan biarawati, dengan surat-suratnya dia member inspirasi dan semangat pada sahabat-sahabatnya. Pernah ia menulis surat pada sahabatnya “ Aku terpesona dengan putih jernihnya keindahan salju dipuncak gunung aku ingin mempunyai hati seputih dan semurni salju dan kubiarkan hatiku tinggal dipuncak gunung untuk disinari mentari surga, dan kuberharap suatu saat aku berulang kali kembali mendaki gunung untuk memuliakan keajaiban dan keagungan Tuhan yang Maha Agung, karena semesta ini adalah bagian dari keagungan Tuhan. Dari pengalamannya mendaki gunung dan bertualang dialam bebas ia mendapatkan pengalaman retret hidup sekaligus kekuatan yang diangsunya dari Sang Khalik yang membawa dia untuk bersemangat dan gembira dalam perjuangannya membela kaum miskin. inilah yang dicontoh dan dikagumi oleh saudara saudarinya, bahkan teman-temannya terpengaruh pada kedalaman hidup rohani Frassati. Peristiwa yang tak pernah dilupakan oleh adik perempuannya adalah ketika Frassati bertidak seperti Santo Martinus, ketika mereka berjalan-jalan di Berlin Jerman suatu malam dengan suhu udara amat dingin, mencapai 13 derajat dibawah nol, Frassati tidak tega melihat pengmis miskin yang kedinginan dan ia memberikan mantolnya kepada pengemis itu, meskipun ayahnya marah, namun dengan lembut Frassati bilang :” Lihat ayah kini dia tidak kedinginan lagi, dia merasakan kehangatan kasihku”Frassati berhati amat lembut dan peka akan kejadiaan biasa yang diangkatnya sebagai sesuatu yang adi kodrati. Dia mempunyai banyak teman karena memang dia senang bergaul, dan dicintai banyak teman-temannya karena dia seorang humoris dan rendah hati, dia selalu mengalah, tetapi bertahan dalam prinsip kalau dia merasa benar terutama dalam hal iman dan moral. Dia selalu menganjurkan betapa pentingnya hidup rohani serta kekuatan dalam doa dan meditasi, tak segan dia mengajak retret pada teman-temannya itu dilakukannya sejak masih di sekolah dasar hingga Universitas. Teladan hidupnya bak magnit menarik teman-temannya untuk mengikutinya dan hidup bersama Frassati, terasa terbias aura ilahi yang membawa berkah dan kebaikan.
Dia lahir di kota Turino pada hari Sabtu Suci 6 April 1901, dibesarkan di lingkungan berada,serba kecukupan dan berpendidikan tinggi, meski demikian dia tidak manja atau menyalah gunakan kekayaan orang tuanya. Pendidikan yang baik dan disiplin,dari ayahnya dipadu pendidikan keimanan yang tinggi, taat serta solider pada sesama yang diajarkan oleh ibunya, mengembangkan kerpibadiannya menjadi anak yang suka menolong, sejak kecil. Ada kisah saat dia kecil ada seorang pengemis yang mengajak anaknya menghampiri rumah Frassati, melihat anak kecil dari pengemis itu yang tidak mengenakan sepatu, hibalah hati Frassati untuk memberikan sepatunya kepada anak itu. Tidak hanya itu saja uang jajan yang didapat dari Orang tuanya selalu disimpan dan dibagikan kepada orang-orang miskin yang ditemuinya, bahkan dia pernah mempersilakan kamar pribadinya untuk ditempati oleh ibu tua yang miskin, ia selalu terbuka dengan ramah membantu mereka yang cacat, miskin dan menghibur mereka yang dirundung duka,Ketika disuatu desa , wilayah Turin diserang wabah, dia menjadi sukarelawan menolong mereka yang sakit dan menderita, dari situ dia tertular penyakit Polio yang menghatar perjalanannya menghadap Bapa pada tanggal 4 Juli 1925. Dia sangat mencintai seni musik dan seni lukis, juga seni pahat, karya Michael Angelo dan Bernini memberi inspirasi pada setiap puisi-puisinya.
Mengujungi museum dan belajar sejarah menjadi kegemarannya yang tak pernah pudar.Selagi muda dia membentuk dan bergabung organisasi Partai Kerakyatan & Mahasiswa Katolik yang mengumandangkan ajaran social Gereja Katolik, bakat yang diwarisi dari Ayahnya yang menjadi direktur dan yang membidani lahirnya “La Stampa”mengalir dalam diri Frassati untuk menelorkan gagasan-gagasan dalam Koran Katolik yang bernama “ Momento “
Yach Pier Giorgio Frassati telah menyadari momentonya sebagai seorang yang dicintai dan terberkati dan berkat itu selalu diperbaharui dengan mendekati & menyatukan diri dengan “Sang Sumber Rahmat” dalam merayakan Ekaristi Suci dan hadir didepan Sakramen Maha Kudus,dia menguduskan segala sesuatu yang dia kerjakan dan dia buat sehingga dia sendiri selalu dimampukan untuk “menjadi berkat bagi sesama “.Dalam usianya yang masih muda dia telah meraih Momento nan agung, yakni kematian berahmat atas perjuangan dan kepeduliannya kepada mereka yang miskin, lemah dan terlantar, hingga dia dianugerahi gelar sebagai Beato, oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus ke II. Orang muda! Kiranya tidak ada hal yang mustahil untuk meraih kesucian dan hidup lebih baik dan berbuah, Santa Theresia dari Kanak Yesus dan Beato Piere Giorgio Frassati telah membuktikannya. Mari kita mengikuti teladannya agar dunia ini semakin indah oleh karya rahmat yang mengalir dan berkembang dalam diri kita.
Oleh : Sr M. Monika Puji Ekowati SND

Jumat, 26 Desember 2008

Simfony Kasih Untukmu


SIMFONY KASIH UNTUKMU

“Jiwaku memuliakan Tuhan, hatiku bersuka cita karena Allah penyelamatku”
Kata- kata yang diucapkan oleh Bunda Maria, ketika mendapat pujian dari Elisabeth saudarinya itulah yang menjadi motto bagi Pesta Perak Sr Maria Monika SND untuk mensyukuri pesta peraknya.Ketika ditanya mengapa memilih motto itu, dijawabnya bahwa Bunda Maria adalah penuntun hidup panggilannya, dan hanya bunda Marialah yang kesetiaannya kepada Tuhan paut diteladani.Ketika dia harus memutuskan untuk menjadi seorang biarawati, dia berdoa Novena 3 x Salam Maria, serta memutuskannya ketika berziarah ke sendang Sono, tempat ini menjadi tempat peziarahan bagi keluarganya setiap tahunnya bersama warga paroki Blora.
Perlindungan Bunda Maria dirasakannya,dalam meniti suka duka hidup ini dia senantiasa berlari pada Bundanya yang memberi nasihat paling jitu, sepertinya ya memang pas saya menjadi SND ( Soure de Notre Dame) Suster Santa Bunda Maria, dan pelindung Provinsi Indonesia adalah Bunda Maria Ibu Penasihat yang baik.
Suster kok masih muda sudah pesta Perak?.
“Ya saya memang masih muda, dan selalu merasa muda, saya merasa tua kalau berada ditengah keluarga saya, karena keponakan saya kok sudah besar-besar, saya memang ketika masuk berusia 19 tahun, bahkan kalau dihitung dari masuk biara saya sudah 28 tahun hidup membiara, tapi Pesta Perak dihitung dari Profesi, saat cicin janji prasetya melingkar dijari kiri saya dan saya resmi jadi Yunior, tepatnya pada tanggal 26 Juni 1983.
Bagaimana Suster mempersiapkan Pesta Perak ini?.
Ya.. saya berdoa khusus, disamping Novena kepada Bunda Maria teladan perawan yang setia,Saya mensyukuri segala kesetiaan Tuhan kepada saya, dialah SETIA, dan rahmatnya memampukan saya untuk setia memuji & mengabdiNya.
Saya beruntung, bahwa tanggal 27 – 29 saya boleh ikut bersama Peserta Kursus Evangelisasi Pribadi untuk Retret di Lembah Karmel Cikanyere, dan juga saya menjalani retret tahunan pada tanggal 7 – 13 Juli di Rumah Retret Santa Maria Milik Para Suster SND di Tawangmangu,saat itu merupakan waktu istimewa dalam keheningan untuk mempersiapkan Pesta Perak saya, untuk merenungkan karya agung cinta Tuhan yang telah saya alami.
Saya mendengar ada sebuah buku yang Suster buat untuk menyambut Pesta Perak ini ?.
Oh ya buku itu berjudul “Simfony Kasih untukmu”, merupakan buku kumpulan Puisi yang saya tulis sejak tahun 1980, saat saya masuk biara. Dibuku puisi itu tertuang pengalaman hidup saya sebagai biarawati. Buku itu terwujud atas dorongan banyak orang yang pernah membaca Puisi saya dan minta supaya diterbitkan, atas bantuan banyak orang akhirnya buku cantik itu diterbitkan oleh percetakan &penerbit Kanisius.
Sekalian promosi nich, yang ingin mendapat buku itu bisa beli di toko rohani Paroki.
Apa pesan suster untuk para Mudika & Orang .
Jika ada yang merasa terpanggil untuk melayani Tuhan sebagai biarawan/ wati, tanggapailah panggilan itu dan mohonlah berkat kepada-Dia sang empunya panenan maka segalanya yang kurang akan ditambahkan kepada kita, rahmatnya melimpah selalu.Percayalah apa yang dijanjikan-Nya yang tertulis dalam Injil Suci akan ditepatinya.
Bagi bapak ibu yang putera & puterinya terpanggil, relakanlah dan dukunglah untuk melayani Tuhan.”Dia yang memberi, Dia yang memanggil terpujilah Nama Tuhan.
Oleh: Marito & Monik de Bloor.

Demo di Altar

DEMO DI ALTAR

Tuhan telah memanggil aku dengan namaku dan kurasa itu suatu identitas bagiku untuk memikul suatu tanggung jawab,dan itulah identitas panggilanku. Ketika hari Minggu Panggilan tiba, tak jarang serentak disetiap Paroki mengundang para Biarawan, birawati , Imam untuk meramaikan suasana Pekan Panggilan dengan berbagai acara mulai dari talk Show, buka stand pameran dan juga diwawancarai atau bercerita tentang sejarah panggilan. Dengan waktu kurang tidak lebih lima menit , diminta untuk menceritakan riwayat hidup mulai masuk hingga beberapa tahun hidup dalam biara, tak lepas juga memperkenalkan Ordo atau kongregasinya, mana mungkin bisa komplit?. tapi itu yang sering kali terjadi dan saya alami.
Untuk menceritakan Sejarah Hidup, memang butuh waktu lama, namun pengalaman berdemo di altar merupakan hal yang menantang dan mengasyikkan, setelah setiap kejadian saya refleksikan kembali kadang saya bertanya dalam hati dan hanya bisa manggut-mangut, kok bisa ya saya ngomong 5 menit tapi mencakup sejarah hidup, kalau soal lengkap yang pasti tidak lengkap, oleh karena itu bagi para pendengar, yang kadang masih bertanya-tanya tentang riwayat panggilan saya, tulisan ini saya harapkan sebagai jawaban, siapa tahu biasa sedikit memuaskan, lha kalau masih belum puas ya, mari kita duduk bersama dan saya akan cerita dengan catatan kalau ada kesempatan & waktunya lho. Bagi adik-adik remaja puteri, ya dating saja ke biara kami di komplek Sekolah Notre Dame
Panggilan hidup seseorang adalah suatu misteri, apalagi panggilan hidup relegius, saya merasa tertarik untuk menjadi suster, ketika kelas 2 SD, sewaktu dipilih menjadi malaekat untuk berprosesi, “Sakramen Maha Kudus dari sekolahku, SD Katolik menuju ke Gereja. Memang menjadi adat dari parokiku, yang dipimpin oleh Para Ramo CM dari Itali, setiap Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, selalu diadakan Prosesi,lewat jalan utama kota. Saat itu di kotaku Blora belum ada biara Suster, para Suster datang dari Kota Rembang. Para Suster inilah yang mendandani anak-anak kecil yang berperan sebagai malaekat penabur bunga, yang berarak didepan.Dari situlah benih panggilan muncul, karena saya merasakan kebaikan hati, keramah-tamahan para suster, serasa aku ingin menjadi seperti mereka.Sebagai anak kecil dan dari keluarga Katolik saya aktif juga ikut Bina Iman dan kegiatan menggereja.
Dalam perjalanan waktu, panggilan yang tertanam dihatiku itu timbul dan tenggelam, setelah lulus SD katolik Kridadharma, saya melanjutkan ke SMP Katolik Adi Sucipto. Sebagai remaja, saya juga senang bergaul dan punya bayak teman bahkan saya punya “gang” yang kuberi nama PENDAWI, karena terdiri 5 remaja puteri, saya bersama teman-teman suka menjelajahi desa-desa sekitar Blora, apalagi kalau musim “Sedekah Desa” ( upacara syukuran yang diadakan masyarakat desa ,bersyukur pada “DEWI SRI” ,( dewi kesuburan) setelah mereka selesai panen padi& palawija, dan itu kami lakukan dengan naik sepeda. Gang Pendawi dan teman –teman lain juga senang haiking, pergi ke gua-gua, , pokoknya kami ini Cewek petualang dan itu kami lakukan sampai kami masuk SPG ( sekolah Pendidikan Guru). Saya pribadi, anak yang suka main dengan tetangga sebaya,bila hujan tiba, saya dan adikku cepat lari keluar rumah untuk berhujan-hujan dan bermain di sungai kecil atau mandi di berbagai “ TALANG” ( Pancuran dari atap rumah), inilah keasyikan tersendiri. Saya juga senang memanjat pohon tidak ada rasa takut sedikitpun meski dibawah pohon itu ada sumurnya.
Masa bermain dengan teman-teman sekolah maupun tetangga, memang sangat mengasyikkan, hingga kini kalau saya bertemu dengan teman-teman, kami selalu bernostalgia betapa bahagianya masa kecil dulu. Kami juga sering bermain petak umpet dimalam hari apalagi jika purnama tiba.
MASA REMAJA
Dengan berjalannya waktu, cita-citaku juga macam-macam, saya pernah bercita-cita ingin menjadi POLWAN, HAKIM, GURU, dan saya memang masuk ke SPG, ( sekolah Pendidikan Guru) yang saat itu calon murid disaring sangat ketat. Saat saya kelas 1 SPG, pada hari kamis Legi 3 malam berturut –turut saya tidak dapat tidur, ingatanku senantiasa terbayang kesengsaraan Yesus di salib.Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang mengusik hatiku ada kata yang selalu mengiang “ Aku telah menderita untukmu, apa yang akan kau perbuat untuk-Ku?”. Disitulah muara suara hatiku menggebu untuk menjadi seorang biarawati. Saya menceritakan segala gejolak hatiku pada mbak Anik, tetangga & sahabatku, dia bilang : “Mbak Puji, pasti Om To ( demikian dia memanggil bapakku, tidak mengijinkan karena dikau anak pertama”. Memang saya dan dia sama-sama anak pertama. Malam itu hari Minggu bapak dan ibuku pergi kondangan sehingga saya dan mbak Anik bebas bercerita dan menangis bersama.
Paginya saya pergi ke Susteran, saya bertemu Sr M. Lusia dan menceritakan segala yang saya alami, suster mengajak saya berdoa di kapel, setelah itu kami duduk berdua dan masih meneruskan curhat saya padanya. Suster bilang, soal minta ijin kepada bapak dan ibuku itu urusan suster, yang penting saya menyelesaikan sekolah dengan baik. Tak kuduga sore itu suster datang kerumahku, saya baru disuruh ibu berbelanja dengan adikku.Ketika saya masuk rumah, kudapati nenekku menangis keras seperti ada orang yang meninggal. Dengan menangis nenekku bilang : “ Kamu kok mau jadi suster kenapa?, apa tidak cinta lagi dengan nenek, dengan ibu bapakmu dan adik-adikmu, nenek pengin mati saja…kalau kamu menjadi suster”. Apa kamu tidak tahu bahwa menjadi suster itu seperti orang yang mati, tidak boleh bertemu dengan keluarga, seperti buliknya nenek dulu jadi suster juga tidak pernah pulang”.
Oh saya baru tahu kalau dulu adiknya buyutku juga jadi suster tapi suster kontemplatif, entah apa kongregasinya nenekku tidak tahu. Setelah Sr M Lusia pulang, sore itu menjadi saat yang sangat menyedihkan bagiku.Malamnya bapak duduk di beranda tidak mau makan malam ,mungkin sampai pagi bapak duduk di beranda. Saat itu memang masa liburan sekolah, pagi harinya saya membut kue, dan membantu didapur tak kuduga bapak mendekatiku dan bertanya : “ Nduk apa benar kamu mau jadi suster ?, apa alasanmu ?”. Aku sungguh tidak bisa menjawab pertanyaan bapak, karena saya melihat bapak menangis tersedu-sedu, lalu bapak bilang :” Bapak tidak mengijinkan kamu”. Serasa halilintar kata-kata bapak menyambar hatiku. Tapi entahlah ada perasaan tegar untuk mewujudkan keinginan hatiku, begitu kuat terasa, saya harus menjadi seorang biarawati.
Saya tidak tahu kalau ada banyak Ordo/ Kongregasi biarawati di Indonesia ini, yang kutahu kalau jadi suster ya sama saja.
Saya mendekati ibu dan bertanya:” Bu bagaimana?”.” Apa ibu mengijinkan saya ?”. Ibu merangkul dan menciumku:” Ya kalau itu yang menjadi kehendak Tuhan ya pasti kamu bisa jadi suster.” Katanya. “ lalu bagaimana dengan bapak ,yang tidak mengijinkan saya?.jawabku”. “ Soal bapak adalah urusan ibu, yang penting kamu sekolah yang baik ya, kata ibu sambil terus menciumiku”.Kata – kata dan perlakuan ibuku megurangi beban dihatiku. Itulah jawaban ibu yang dikatakannya kepada Sr M Lusia juga, bahkan dari Sr Lusia saya tahu bahwa ibu rela menyerahkan saya untuk menjadi abdi Tuhan.Karena ibu merasakan keanehan saat mengadung saya. Memangg sih jarak pernikahan orang tuaku dan kelahiranku memang cukup lama. Ibu tidak segera mengandung setelah menikah, pernah mengandung tapi keguguran, oleh karena itu ibu mengambil anak kakak perempuannya untuk dijadikan pancingan, dan beberapa tahun kemudian barulah mengandung saya. Tapi aneh juga, saya berada dalam kandungan sampai satu tahun, lain dengan bayi-bayi lain, sehingga ibu harus menjalani adat merangkak seperti kerbau, supaya saya dapat segera lahir. Inilah yang sering kudengar dari para tetanggaku.
Ketika saya lahir, katanya sich hujan begitu deras dan petir menyambar-nyambar, tapi begitu tangisku terdengar suasana diluar menjadi tenang. Nenek dan kakekku ketakutan melihat wajahku yang penuh dengan cakaran kuku, maklum kuku-kukuku sudah panjang, habis kalau saya lahir menurut waktu tentu saya udah umur 3 bulan ya. Saya anak pertama yang dirindukan oleh karena itu saya diberi nama Puji Ekowati yang artinya Pujian pada Tuhan yang telah memberi anak pertama perempuan. Nama baptisku Maria Marcia, yang memberi nama Romo Ernesto Fevari CM yang waktu itu menjadi Romo Paroki Blora.
Waktu terus berjalan, setelah ada pembicaraan ibu dan Sr Lusia, saya resmi jadi Aspiran ( calon Suster SND) saya diminta setiap hari Sabtu hingga Senin tinggal disusteran, memang sejak tahun 1972 di Blora ada susteran SND.Setiap sabtu sore saya berangkat ke susteran belajar berdoa dan lebih mengenal tata cara kehidupan biarawati.Setiap hari Minggu saya ke gereja bersama para suster dan nanti kalau pulang juga masih tinggal bersama para suster. Inilah saat yang mengharukan bagi orang tuaku & guru-guruku. Maklum para guruku mengenal saya dan punya hubungan yang baik dengan orang tua saya karena Blora memang kota kecil, kami satu Paroki dan rasanya semua orang seperti saudara sediri saling kenal, bahkan kenal baik sering ziarah bersama ke Sendang sono dll, yang merupakan acara rutin setiap bulan Rosario, suasana demikian mengakrapkan rasa persaudaraan antar umat di parokiku.
Sepulang gereja biasanya saya & para suster jalan bersama orang tua dan kenalan lain yang satu jalan, dan bila tiba jalan menuju ke susteran kami belok dan keluargaku & kenalan tetanggaku jalan lurus, kadang mereka tak tahan menitikkan air mata haru melihat ketegaranku. Saya sendiri merasa aneh, kok saya punya kekuatan seperti ini ya?. Padahal untuk beli sesuatu ke toko saja saya lebih sering suruhan orang lain, dan kalau bepergian keluar kota kalau tidak dengan orang tuaku saya tak mau. Inilah rahmat kekuatan dari Tuhan yang kurasakan.
Ketika saya kelas 2 SPG saya diminta oleh Sr M Lusia untuk tinggal di susteran, saya minta ijin ibu dan diijinkan. 1 tahun penuh saya hidup bersama para suster sambil bersekolah dengan demikian saya telah dilatih bagaimana mengkombinasikan hidup doa dan karya secara intensif. Padahal pada saat itu 6 bulan saya & teman-teman mendapat tugas “MAGANG” praktek mengajar di sekolah –sekolah Negeri yang tempatnya cukup jauh dari kota. Kami meski bersepeda kurang lebih 4-7 kilometer tergantung tempat dimana kami bermagang. Ternyata para suster juga terbuka dan menerima teman-temanku yang beragama lain bila mereka datang untuk belajar bersamaku di susteran. Banyak pengalaman yang kualami saat saya magang. Waktu itu kami bersepeda sejauh 7 km, melewati belakang asrama tentara, tapi setelah saya bertemu dengan komandan yang beragama katolik, yang mengijinkan kami untuk lewat di tengah asrama, sehingga kami memotong jalan lebih berhemat energi hanya bersepeda sejauh 4 kilo. Tapi tentunya ada tantangan lain, kami menghadapi tentara-tentara muda yang sering menggodai kami.
Bagi kami itu bukan soal kan kami ini geng “ Pendawi” yang gagah berani. Suatu saat akan kami kerjain para baju hijau yang suka godain perempuan.Tibalahh hari H kami selesai Magang. Lalu salah satu diantara kami punya ide, dolan ke rumah saudari sepupunya yang istri tentara yang tinggal di komplek itu, ide itu muncul tiba-tiba memang. Kami berlima datang ke POS Penjagaan biasa kan kalau mau berkunjung ke asrama tentara para tamu kan harap lapor, waktu kami diminta untuk menulis di buku tamu, kami tulis nama samaran kami dan alamat palsu kami. Ternyata dugaan kami betul sewaktu mereka tidak piket ada beberapa tentara muda yang bertandang dirumah sepupu teman saya itu, yang kami tanggapi dengan sopan kan kami calon-calon guru, ternyata beberapa hari kemudian mereka itu datang ke Kota ( maklum asrama tentaranya kan diluar kota) , untuk mencari alamat kami, mana ketemu yang kami tulis itu alamat rumah sakit, penjara, kuburan dll, mereka tentu kecewa dan hal itu kami ketahui dari saudara sepupu temanku bahwa mereka dikibulin. Mendengar cerita itu kami tertawa…Cewek Pendawi koq dilawan ya itulah akibatnya he..he..he.. itulah salah satu kebadungan kami.
Meski badung dalam hal prestasi sekolah kami anak-anak berprestasi, kalau tidak ranking 1 ya 2 kami kompak dalam belajar dan semboyan kami soal prestasi & kreatifitas nggak mau kalah ama teman-teman cowok. Kami ber 5 berlainan agama hanya saya yang beragama Katolik, dan 1 yang beragama Kristen, namun kami kompak dalam segala hal yang baik. Memang sich di tempatku, lingkungan tetanggaku amat sangat rukun kami merayakan Idul Fitri, Natal,Imlek tanpa halangan dan kami saling berkunjung dan merayakan bersama dihari besar tersebut, juga teman –teman kecilku dari berbagai kalangan,kalau pergi ke sekolah kami itu terdiri dari rombongan besar anak-anak antara 15 – 20 anak, kadang jalan kaki kadang ikut bus atau naik gerobak lembu ( sapi ) bila pulang sekolah, saya merasa masa kecil & masa remaja saya begitu indah dan aduhai rukun ama tetangga & teman, tidak ada perbedaan yang pribumi atau keturunan, bagi kami ya sama, main bersama, kesekolah, dll bersama tanpa perbedaan, bahkan sampai sekarangpun kalau saya pulang selalu bernostalgia tentang masa-masa yang mengesankan itu.
3 tahun sudah saya belajar hidup di susteran dari tahun ke tahun terjadi penyadaran bagi nenekku yang dulu menentang saya untuk masuk suster sekarang juga mengijinkan setelah beliau mendapat keterangan dari para suster bahwa suatu saat bila masa pendidikanku telah selesai saya juga boleh cuti menengok keluarga.
Kakak sepupuku (yang diangkat ibuku) yang dulu melarang saya untuk jadi suster juga mengijinkan, maklum dia berpikir bahwa dia yang bukan anak kandung tapi ketika menikah dipestakan begitu meriah oleh keluargaku kok saya sebagai anak sendiri mau menjadi biarawati, maka dia juga berusaha menghalangiku dengan berbagai cara termasuk menguna-guna( minta tolong orang pintar), supaya cita-citaku gagal tapi aneh, kata orang pintar itu, saat dia meditasi dia melihat diatas kepalaku ada sinarnya, jadi ini mungkin udah jalanku untuk menjadi pelayan Tuhan. Hal ini kuketahui saat aku menerima busana biara, kakakku itu bersujud dihadapanku dan minta maaf bahwa dia pernah menguna-gunaiku, dan menceritakan semua yang trjadi padaku.Tidak hanya dia saja yang coba main guna-guna tapi juga salah satu keluarga sahabat baik bapak & ibuku mereka ingin menjodohkan anak pertamanya denganku, tapi sering jika anaknya datang kerumahku saya malah menghindar pergi. Nggak tahu deh pokoknya saya nggak suka di jodoh-jodohkan. Ternyata mereka juga menguna-gunaiku. Bahkan ibu& nenekku pernah bilang : “ Kalau semua ini panggilan Tuhan pasti dia tidak mempan diguna-guna” inilah percakapan mereka yang sempat kudengar.
Hari libur besar saya diperbolehkan liburan dirumah oleh Sr M.Lusia, saya lulus dari sekolah guru. Sr Lusia berpesan gunakan waktumu untuk minta ijin bapak. Memang sih 3 tahun perjuanganku terberat adalah menghadapi sikap bapakku yang berubah, sekarang bapak banyak diam, dan kalau kupandang/ bertemu denganku bapak memalingkan muka, tapi kalau tidak kulihat, bapak mencuri pandang untuk melihat saya. Hal ini menjadikan saya sangat sedih, karena saya memang dekat dengan bapak, saya dapat memahaminya betapa sedih beliau melepaskan saya. Saya sangat stress waktu libuaran dirumah, mencari cara untuk minta ijin bapak. Suatu malam, saya menunggu bapak keluar dari kamar kecil, ini merupakan kebiasaan bapakku nonton T V sampai malam trus ke kamar kecil.
Sewaktu bapak keluar dan melihat saya ada didepan kamar kecil, bapak sangat terkejut dan bertanya “ Nduk kok kamu belum tidur? “. “ Ya Pak jawabku, saya mau matur bapak”. “Ayo mau matur opo “, bapak menggandengku untuk ke ruang tamu dan kami duduk berhadapan. Dengan terbata- bata dan menahan sedih saya bilang :” Pak dulu 3 tahun yang lalu bapak tidak mengijinkan saya untuk menjadi biarawati, sekarang saya minta ijin lagi pada bapak “ Tak kuduga bapak memelukku dan menangis berkata:” Sudah 3 tahun bapak berperang melawan Tuhan tapi bapak kalah, bapak mengijinkan kamu, kalau ini memang tekadmu harapan bapak jangan pernah menoleh lagi, ikuti jalan panggilanmu”. Rasanya ada beban berat yang lepas dari pundak dan hatiku, saya merasa begitu lega mendengar kata bapak yang mengijinkanku.
Tanggal 8 Mei 1980, Sr M Lusia telah merancang acara untuk perpisahanku dengan warga paroki St Pius X Blora. Saya didandani gaun dan jas serba hitam,dengan sleyer penutup kepala warna putih, didampingi oleh ibu dan Sr M Lusia. Menjelang terima komuni, setelah mengucapkan Anak Domba Allah, saat TUBUH KRISTUS diangkat saya mengucapkan doa penyerahan diri, banyak warga paroki yang tak kuat menahan haru dan menangis.Tanggal 10 Mei saya berangkat ke Pekalongan dihantar oleh nenek, adik-adikku dan teman-temanku serta Sr Lusia dan Rm Marto Kusumo CM. bapak dan ibu tidak mengantarku karena ayahku sakit, menurut dokter ayah kena typus. Meskipun bapakku sakit, tapi hatiku tetap tegar untuk berangkat semua kuserahkan kepada Tuhan, kalau Tuhan memanggilku pasti Tuhan akan menyediakan jalan yang paling baik bagi hidupku.
Pada tanggal 31 Mei adalah upacara penerimaanku sebagai postulant SND, pemiimpinku meminta supaya bapak dan ibuku dapat hadir.Beliau berdua datang dari Blora naik travel, bapakku begitu kurus, namun amat ceria sewaktu bertemu denganku, menurut ibu selama ini bapak makan bubur karena masih sakit, tapi aneh, sepulang dari Misa pagi Bapak, ibu, saya dan temanku yang akan masuk biara juga, keliling kota Pekalongan dan bapak mengajak makan di restoran. Saya heran bapak memilih makanan yang pedas, saya nyeletuk :” Bapak kan masih sakit mengapa kok makan pedas?”. Jawabnya : bapak sekarang tidak sakit lagi, karena telah bertemu denganmu, dan melihat keadaanmu senang tinggal dibiara”. Saya lega mendengar jawaban bapak, sepertinya bapak juga sakit rindu denganku. Hari itu bapak minta mangga, padahal sudah berkeliling tidak ada mangga, kan memang bukan musim mangga, tapi malam hari ada suster yang membawakan mangga dan menyajikannya pada bapak & ibuku, bapak melihat hal ini suatu mukjijat, dan menurut penuturan adikku keluargaku selalu mengalami hal-hal diluar dugaan dan bapak selalu mensharingkan pengalaman keajaiban Tuhan pada saat doa di lingkungan. Saya masuk biara tanggal 22 Juni 1980, sebagai hari Peringatan Santa Yulie Billiart digelarkan Santa.

Oleh Sr. Maria Monika Puji Ekowati SND
Profil
Nama Asli : Maria Marcia Veronika Puji Ekowati
Nama Biara : Sr. Maria Monika SND
Umur : 47 tahun
MINAT : Minat saya, Menulis Puisi, essay, renunggan, Koleksi prangko,
mendengarkan musik,berkebun, baca buku

Mengenai Saya :
Saya tinggal di jakarta , saat ini mendapat tugas sebagai Kepala SD
Notre Dame. Foto yang terpampang itu adalah foto ketika saya remaja
Saat terperangkap Cinta Tuhan. Mau tau lebih lanjut, tunggu cerita
berikutnya ya.

Film Favorit :
Jesus of Nazareth, Winter Sonata, Starway to Heaven dan film drama
Korea, Film Kolosal, film Indonesia tempo dulu.
Musik Favorit :
Josh Groban, Celine Dion, Il Divo, Andrea Bocelli, Ebiet G.Ade, Bimbo
Buku Favorit :
Pada hari Kristus Wafat (by Giovanni Papini), Putra Manusia & Buku-buku Khalil Gribran, Buku Psikologi, Sejarah, Ilmu Pengetahuan, Novel.

Kamis, 25 Desember 2008

Biografi Singkat


Tentang diri saya
BIOGRAFI SINGKAT

Lahir di Kota sate Blora tanggal 7 Maret 1961, dengan nama Maria Marcia Veronika Puji Ekowati, sebagai anak pertama dari Bp Agustinus Yosef Suharto DS dan Maria Christina Sutiyah. Masa kecil hingga remaja dilaluinya di Blora. Setelah lulus dari SD Katolik Krida Dharma, melanjutkan ke SMPK Adi Sucipto, 1977 masuk SPGNegeri di Blora.22 Juni 1980 masuk biara SND. Sejak Postulan mendapat tugas sebagai guru TK, SD dan SMP. 31 Mei 1981 menerima busana biara, resmi menjadi Novis SND dengan nama Sr Maria Monika SND . 26 Juni 1983 Profesi Kaul I. 1987 studi di PGSLT jurusan IPS,

1988 mendapat tugas memulai karya baru sebagai Kepala SD Notre Dame yang baru berdiri. Masa tersiat dan Kaul kekal dijalaninya di Rumah Induk Roma, Kaul Kekal 27 Juni 1990. Th1992 - 1997 studi di Unika Widya Mandira, FKIP jurusan Bahasa Inggris. 1997 -1999 mendapat kesempatan untuk memperdalam Bahasa Inggris di Kettering England dan 1999 mengikuti Formation Formator for Course di Roma ( 9 bulan). Sepulang dari Roma mendapat tugas sebagai sekretaris Provinsi. 2003 sebagai Kepala SD Notre Dame Jakarta hingga saat ini, Gemar menulis ,deklamasi, membaca sejak kecil terutama Puisi, dari SD hingga SPG selalu meraih juara dalam baca Puisi karya Chairil Anwar & Sapardi Djoko Damono, yang juga merupakan tokoh penulis puisiyang dikaguminya. Beberapa Puisi yang ditulis di buku ini pernah dimuat di majalah Rohani. “Psalm of Life” karya Henry Wordwort long Fellow,serta Puisi - puisi karya Maria Giorgiana Rosetti & Thomas More adalah kesukaannya.Baginya dengan membaca puisi, jiwaku senantiasa disegarkan.